PENDETA CABUL DIVONIS 10 TAHUN PENJARA

  • Senin, 21-September-2020 (23:29) Nasional editor

    Surabaya , Ketua Majelis Hakim Johanes Hehamony SH, MH menjatuhkan pidana penjara 10 tahun kepada Pendeta Gereja Happy Family Centre (HFC) Hanny Layantara. Senin (21 /9/2020). Vonis pidana tersebut dijatuhkan dengan pertimbangan, Terdakwa dinyatakan bersalah lantaran terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabetania dan Rista Erna yang tertuang dalam pasal 82 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Subsider Pasal 289 KUHP lebih Subsider Pasal 294 KUHP.

    “ Menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 100 juta dan subsider enam bulan kurungan,” tegas Hakim Johanes dalam putusannya yang dibacakan di ruang Candra PN Surabaya.

    Dalam pertimbangan putusan majelis hakim disebutkan bahwa dari fakta persidangan yakni keterangan saksi korban IY, saksi Rudi Andrianto, Linda Wati, Reni Wijaya. Dari keterangan para saksi tersebut terungkap bahwa awal mula kasus ini ketika korban yang lahir pada tahun 1993 silam diangkat sebagai anak oleh Terdakwa Hanny lantaran isterinya belum mempunyai anak. Pengangkatan anak tersebut juga diumumkan pada saat ibadah di gereja.Saat orangtua dan Terdakwa melakukan ibadah.

    Dalam putusan hakim juga diuraikan, Terdakwa melakukan kekerasan seksual sejak tahun 2005 sampai 2011, yakni ketika korban berusia 12 tahun sampai 15 tahun. Dan intensitas kekerasan seksual yang dilakukan Terdakwa terhadap korban adalah empat sampai lima kali. 

    “ Intensitas tersebut menurun setelah terdakwa mengangkat anak angkat lagi,” ujar hakim dalam amar putusannya. Hakim juga menambahkan mempertimbangkan dalam amar putusannya saat melakukan perbuatannya, Terdakwa juga dengan menyertakan ancaman.  “ Hal itu yang membuat saksi korban tidak memberitahukan ke orangtuanya karena takut,” ujar hakim. .  Perbuatan terdakwa terbongkar setelah saksi akan menikah dengan calon suaminya yakni J.  Saksi korban kemudian dengan didukung calon suami kemudian mencari solusi bagaimana cara mengungkapkan kasus ini. Kemudian dibuat uraian cerita.  Kemudian pada 17 Desember 2019 di sebuah hotel di Surabaya Timur keluarga korban meminta klarifikasi pada Terdakwa dan isterinya. Dan Terdakwa hanya diam dan mengaku salah. Isteri terdakwa kemudian meminta agar tidak diviralkan.  Kemudian pada 23 Desember 2019 pukul 18.00 Wib di Starbuck Gubeng, terdakwa mengakui perbuatannya dan itu tertuang dalam rekaman video yang diabadikan keluarga korban. Namun, pengakuan Terdakwa tersebut dianulir saat diperiksa penyidik Polda Jatim. Terdakwa berdalih bahwa perbuatannya dengan korban atas dasar suka sama suka. Namun keterangan tersebut juga kembali ditarik dan menyatakan bahwa Terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan pencabulan.  Bantahan tersebut juga disampaikan Terdakwa saat dia memberikan keterangan dalam persidangan. Namun majelis hakim berpendapat bahwa apa yang dibantah Terdakwa tersebut tidak disertai dengan bukti yang lainnya.

    “ Pencabutan keterangan terdakwa harus mempunyai alasan yang logis, pernyataan tersebut tidak diterima majelis hakim sehingga terbukti menurut hukum,” ujar hakim. Sebelum menjatuhkan lamanya hukuman, majelis hakim juga mempertimbangkan hal  yang memberatkan yakni Terdakwa tidak mengakui perbuatannya, tidak punya tanggungjawab moral sebagai tokoh Agama. Sementara hal yang meringankan Terdakwa belum pernah dihukum.

    Untuk diketahui, majelis hakim dalam putusannya sependapat dengan tuntutan JPU dan mengabaikan seluruh pembelaan kuasa hukum Terdakwa, Abdurrahman Saleh.  Setelah dicabuli, korban diajak berdoa meminta kepada Tuhan agar bisa berdua lagi seperti ini dan minta korban percaya kepada Tuhan bahwa hal ini normal antara ayah dan anak angkat. Alasan tersangka melakukan pencabulan karena pada saat korban IR berumur 12 tahun, body-nya seperti sudah kuliah (mahasiswi). * Sry

Share This :

Copyright © 2020 CV. Natusi