Paguyuban Tembang Macapatan 'Sekar Arum' Mengenalkan dan Melestarikan Budaya Leluhur Dahulu di Makam 'Mbah Cinde Amoh'

  • Jumat, 16-Juni-2023 (01:59) Info Layanan supereditor

    KOTA MOJOKERTO || Infopol.news - Paguyuban Macapatan 'Sekar Arum' mengadakan acara tembang macapatan rutinan setiap malam Jum'at Pon pada hari Kamis 15 Juni 2023 malam di Makam 'Mbah Cinde Amoh' yang terletak di Jln. Cinde Baru I No.2, Mergelo, Prajurit Kulon, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Anggota paguyuban Macapatan ini sendiri terdiri dari beberapa orang laki-laki dan perempuan yang berasal dari dalam Mojokerto dan luar mojokerto seperti Pasuruan. Diantara anggota tersebut juga terdapat berbagai agama atau lintas agama antara lain ada yang beragama Islam, Kristen, Budha dan Kejawen. Yang laki-laki disebut 'Ki' atau 'Aki' dan yang perempuan dipanggil 'Ni' atau 'Nini' dan rata-rata mereka sudah berusia 50 tahun keatas, saat dalam acara tersebut mereka juga mengenakan pakaian adat Jawa dan Bali.

    Salah satu anggota Macapatan mengatakan, "Acara ini diadakan setiap malam Jum'at Pon dengan tujuan untuk mengenalkan dan melestarikan budaya leluhur dahulu biar tidak hilang tergerus oleh jaman. Waktu jaman sunan kalijaga itu mengajarkan lewat budaya mulai dari maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, asmaradana, gambuh, dhandanggula, durma, pangkur, megatruh, dan pucung yang menceritakan asal mula perjalanan manusia dari lahir sampai meninggal dunia," Ucap pak Muliono (52) atau pak No sapaan akrabnya sekaligus Danton Linmas Prajurit Kulon saat dikonfirmasi awak media, Kamis (15/6/23) malam.

    "Karena pembacaan harus dengan cara ditembangkan inilah, macapat disebut tembang macapat atau dalam raga krama menjadi sekar macapat," Imbuhnya.

    Begitu luhurnya makna-makna tembang macapat sehingga dijadikan pedoman kehidupan oleh masyarakat Jawa. Dapat disimpulkan juga bahwa tembang macapat ini memiliki makna ajakan untuk melakukan dan mensifati kebaikan dalam kehidupan dijadikan landasan untuk menjalani kehidupan oleh masyarakat Jawa, yaitu karena makna yang berada dalam tembang macapat yang menerangkan tentang perjalanan manusia dari lahir sampai meninggal dunia ini merupakan sebuah tuntunan bagi mereka dalam mempersiapkan bekal di dunia maupun di akhirat.

    Macapat disebut sebagai puisi bertembang karena pembacaannya dengan ditembangkan. Pembacaan itu berdasarkan susunan titilaras atau notasi yang sesuai pola metrum atau pakemnya. Sebagai sebuah puisi bertembang, macapat memiliki beragam jenis pola metrum atau pakem. Secara tradisional ada 15 pakem dalam macapat.

    Namun, secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum. Sesuai pakem itu, dikenal 11 tembang macapat yakni maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, asmaradana, gambuh, dhandanggula, durma, pangkur, megatruh, dan pucung. Kesebelas tembang macapat itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia. Masing-masing tembang macapat sesuai pola metrum punya makna falsafah tersendiri. Mulai dari makna tentang alam ruh manusia sebelum dilahirkan, fase manusia lahir, tumbuh, mengenal cinta, sampai pada manusia meninggal dunia dan kembali ke alam ruh.

    Berikut 11 tembang macapat yang menggambarkan atau menceritakan perjalanan kehidupan manusia.

    1. Maskumambang, Maskumambang menceritakan tentang keadaan manusia saat masih di alam ruh yang kemudian ditanamkan dalam rahim atau gua garba seorang ibu.

    2. Mijil Pola metrum ini merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia. Mijil atau mbrojol dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.

    3. Sinom, Sinom berarti penggambaran masa muda. Masa muda yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.

    4. Kinanthi Pada pola kinanthi ini dicertiakan tentang masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud.

    5. Asmaradana, Asmara artinya cinta. Sehingga ilustrasi pada pola metrum ini mengisahkan akan masa-masa kisah asmara, percintaan, atau larut dalam lautan kasih cinta.

    6. Gambuh Awal kata gambuh adalah jumbuh atau bersatu. Jadi pola metrum ini menceritakan soal komitmen dalam perkawinan untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.

    7. Dhandhanggula Gambaran pola metrum ini, yakni kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial serta kesejahteraan, cukup sandang, papan, dan pangan.

    8. Durma, Durma berasal dari kata darma. Pola metrum ini menggambarkan bahwa seseorang sedianya harus melakukan sedekah dan berbagi kepada sesama.

    9. Pangkur Pola metrum ini menggambarkan hawa nafsu manusia. Pangkur atau mungkur memiliki arti menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu negatif yang menggerogoti jiwa.

    10. Megatruh, Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh atau nyawa menuju keabadian. Jadi pola metrum ini mengisahkan tentang kematian manusia.

    11. Pucung, Pucung berarti pocong atau jasad manusia yang dibungkus kain mori putih. Pola metrum ini menceritakan tubuh manusia yang hanya menyisakan jasad yang dibungkus kain kafan saat dikuburkan di tempat peristirahatan abadi. (Hardi)

Share This :

Copyright © 2020 CV. Natusi