Riza Wahyuni: Suka Sesama Jenis Tidak Termasuk Gangguan Jiwa

SURABAYA, Infopol.news — Polisi mengungkap pesta yang melibatkan sejumlah pria di sebuah hotel kawasan Jalan Ngagel, Wonokromo, Surabaya, Sabtu malam (18/10/2025). Sebanyak 34 pria diamankan dari lokasi kejadian.

Peristiwa tersebut sempat menghebohkan masyarakat karena jumlah pesertanya cukup banyak, dengan latar belakang profesi yang beragam dan rentang usia sekitar 35–40 tahun.

Menanggapi fenomena tersebut, Psikolog Surabaya Riza Wahyuni, S.Psi., M.Si., menjelaskan bahwa perilaku suka sesama jenis tidak termasuk dalam kategori gangguan jiwa atau gangguan mental.

“Itu dulu yang harus dipahami. Namun, secara sosial perilaku ini masih menjadi perdebatan di Indonesia, karena kita memiliki dasar nilai keagamaan dan Pancasila,” ujar Riza saat dikonfirmasi, Minggu (19/10).

Riza menyebutkan, latar belakang seseorang memiliki ketertarikan sesama jenis bisa beragam. Dalam beberapa kasus yang pernah ia tangani, faktor masa kecil atau pengalaman traumatis kerap menjadi salah satu pemicu.

“Ada yang pernah menjadi korban kekerasan atau pelecehan di masa lalu. Misalnya, anak laki-laki yang tumbuh dengan figur ibu yang dominan dan keras bisa memiliki persepsi negatif terhadap perempuan, sehingga muncul ketertarikan pada sesama jenis,” jelasnya.

Selain itu, pengalaman melihat langsung perilaku menyimpang atau paparan konten pornografi juga dapat memengaruhi orientasi seseorang.

“Ada yang awalnya hanya melihat, kemudian muncul rasa penasaran dan ingin mencoba,” ungkapnya.

Riza menegaskan, peran orang tua dan lingkungan sangat penting dalam membentuk pola pikir serta kesehatan psikologis anak sejak dini.

“Orang tua perlu lebih terbuka dan peka terhadap perkembangan anak. Bila ada tanda-tanda kebingungan identitas atau orientasi seksual, sebaiknya dibawa ke profesional seperti psikolog atau psikiater untuk mendapat pendampingan,” katanya.

Ia juga menyoroti pentingnya pendidikan seksualitas yang sehat sejak dini. Menurutnya, anak-anak harus diajarkan tentang batasan pergaulan dan penghormatan terhadap tubuh sendiri maupun orang lain.

“Anak perlu tahu bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain, dan bahwa hal-hal seperti itu bukan bahan candaan. Saat remaja mulai mengenal perasaan cinta, orang tua sebaiknya tidak melarang, tapi mengarahkan,” tutur Riza.

Riza menambahkan, pola asuh yang terlalu mengekang juga dapat menimbulkan dampak psikologis jangka panjang.

“Kadang keluarga terlalu protektif terhadap hubungan lawan jenis. Anak laki-laki hanya boleh berteman dengan laki-laki, perempuan hanya dengan perempuan. Pemikiran seperti itu bisa tertanam dan berkembang menjadi kebingungan identitas,” pungkasnya.

Post Comment