Oknum Polisi Sidoarjo Anton dan Alvan Diduga Aniaya Ibu Hamil hingga Keguguran, Propam Polri Harus Bertindak
SIDOARJO, Infopol.news – Awal September 2025, suasana rumah sederhana di Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, mendadak mencekam. Beberapa orang berpakaian preman mendatangi rumah pasangan suami istri, F dan E (Ev). Mereka memperkenalkan diri sebagai anggota Satuan Reserse Narkoba Polresta Sidoarjo.
Menurut keterangan keluarga, penangkapan dipimpin seorang anggota berinisial A bersama sekitar 5–7 personel lainnya. Dari kesaksian korban, salah satu di antaranya disebut bernama Anton, yang dikenal sebagai anggota opsnal senior Satresnarkoba Polresta Sidoarjo.
Ditendang, Dipukul, hingga Disetrum
Ev mengaku sejak awal penangkapan dirinya langsung mengalami kekerasan. “Saya dimasukkan ke mobil. Sampai di Polres, saya dipukuli di perut pakai balokan kayu sama disetrum. Padahal saya sudah bilang sedang hamil 3 bulan,” ungkap Ev kepada wartawan.
Tak hanya sekali, Ev menyebut tindak kekerasan dilakukan bertubi-tubi. Ia ditendang, dipukul, dan disetrum hingga akhirnya mengalami pendarahan hebat. “Saya kesakitan, lalu keluar darah. Mereka tidak peduli. Malah bilang, ‘Gak ngurus, mati koen!’,” ucapnya menirukan kata-kata salah satu oknum bernama Alfan.
Ev akhirnya mengalami keguguran. Janin yang berusia 3 bulan itu sempat berada di Mapolres Sidoarjo selama empat hari, sebelum kemudian dipulangkan oleh pihak keluarga untuk dimakamkan.
Seorang petugas kantin yang mengantar minuman ke ruang pemeriksaan diduga turut menyaksikan kondisi Ev saat pendarahan.
Tuduhan Penyalahgunaan Narkoba Tanpa Bukti
Kasus yang membelit Ev adalah dugaan penyalahgunaan narkoba. Namun menurut pengakuannya, ia sama sekali tidak tahu-menahu terkait barang bukti narkoba yang dipaksa ditunjukkan oleh penyidik. “Itu cuma kesalahan suami saya. Kenapa saya ikut ditangkap? Saya tidak ada barang bukti apa pun,” kata Ev.
Ev bersikukuh menolak tuduhan sebagai pengedar narkoba. Namun karena tidak mengaku, ia mengaku disiksa lebih keras lagi oleh oknum anggota bernama Afan dan Anton yang bertugas di Satresnarkoba Polresta Sidoarjo.
Uang Tebusan Rp35 Juta
Selain penyiksaan, Ev juga mengaku diperas. Awalnya keluarga diminta uang Rp100 juta untuk membebaskannya. Setelah negosiasi, jumlah itu turun menjadi Rp35 juta dengan janji Ev akan direhabilitasi dan dipulangkan. “Saya 86 (kode polisi), kena 35 (Rp35 juta), baru dilepas,” jelas Ev.
Uang tersebut menurut pengakuan keluarga diserahkan melalui pengacara yang diarahkan oleh anggota Satresnarkoba sendiri.
Kesaksian Suami
F (Fr), suami Ev, juga mengalami perlakuan serupa. Ia mengaku dipukuli hingga kepala pecah, disetrum di bagian lidah, dan dipukuli dengan bambu di lengan serta kaki. “Tubuh saya lebam semua. Tiga hari berturut-turut dipukul terus. Lidah saya disetrum pakai alat yang bisa dicas,” ujarnya.
Fr menuturkan, bahkan pada penangkapan pertamanya, ketika tidak ditemukan barang bukti narkoba, ia tetap dipukuli dan dipaksa untuk menjual sabu. Pada penangkapan berikutnya, Fr dijebloskan ke penjara dengan vonis 6 tahun 6 bulan. Kini, setelah bebas, ia dan istrinya berani membuka kasus ini ke publik.
Respons Polisi
Ketika dikonfirmasi wartawan lewat telepon, oknum bernama Anton membantah pernah menyiksa maupun menyetrum Ev dan Fr. “Saya nggak pernah nyetrum, Pak,” kata Anton singkat. Namun ketika ditunjukkan pengakuan para korban, ia menjawab, “Ya mohon maaf. Nanti kita berteman, Pak.”
Hingga berita ini diterbitkan, Polresta Sidoarjo belum mengeluarkan keterangan resmi terkait dugaan keterlibatan Afan maupun Anton dalam kasus ini.
Analisis Hukum
Kasus ini berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum:
KUHP Pasal 351 – 354 (Penganiayaan)
Penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau gugurnya janin bisa dikenakan ancaman hukuman hingga 8 tahun penjara.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 33 ayat (1) menyatakan setiap orang berhak bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia.
KUHP Pasal 335 (Pemerasan)
Tindakan meminta uang Rp35 juta dengan ancaman menahan korban masuk kategori pemerasan atau pungutan liar.
Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri
Polisi wajib menghormati HAM dalam setiap proses penyidikan. Tindakan kekerasan terhadap ibu hamil jelas bertentangan dengan peraturan internal Polri.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 75 menegaskan setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan gugurnya kandungan seorang perempuan tanpa alasan medis.
Harapan Keluarga
Pihak keluarga berharap Kapolresta Sidoarjo, Kombes Pol Cristian Tobing, dan Kapolda Jawa Timur turun tangan mengusut kasus ini secara independen dan transparan.
“Polisi seharusnya pelindung dan pengayom, bukan malah memperlakukan manusia seperti hewan. Kami minta keadilan ditegakkan agar peristiwa ini tidak terulang lagi,” tegas keluarga korban.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan aktivis HAM yang mendesak investigasi serius serta penegakan hukum tanpa pandang bulu.



Post Comment