Dugaan Pelanggaran Prosedur Rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Al-Kholiqi: Lima Pengguna Pil Koplo Ditangkap Tanpa Barang Bukti

Mojokerto, Infopol.news – Lima warga Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, diamankan oleh pihak kepolisian pada 2 September 2025 terkait penyalahgunaan obat keras jenis pil dobel L, atau yang dikenal masyarakat sebagai pil koplo. Menariknya, kelima orang tersebut ditangkap tanpa adanya barang bukti di tangan—mereka disebut hanya sebagai pengguna, bukan pengedar.

Kelima orang yang diamankan tersebut masing-masing berasal dari beberapa desa di wilayah Kutorejo dan Gondang, yakni:

Eko (warga Dusun Sudimoro, Desa Jambu)

Muhammad Pujianto (warga Kutorejo)

Muhammad Rois (warga Kutorejo)

“Mbet” (warga Dusun Centong, Kutorejo)

Seorang warga dari Desa Sumbersono, Kecamatan Gondang

Penangkapan para pengguna ini diduga bermula dari penyelidikan berbasis informasi pesan singkat di aplikasi WhatsApp. Tidak ditemukan barang bukti saat penangkapan, namun kelima orang tersebut tetap dibawa ke Polres Mojokerto, lalu diserahkan untuk menjalani rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Al-Kholiqi, Tulangan, Kabupaten Sidoarjo.

Tarif Rehabilitasi Bervariasi, Diduga Capai Puluhan Juta Rupiah
Informasi yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa tarif rehabilitasi di lembaga tersebut bervariasi, berkisar antara Rp15 juta hingga Rp35 juta per orang. Namun, terdapat dugaan bahwa tidak semua peserta rehabilitasi mengikuti prosedur yang sama.

Dua dari lima orang yang ditangkap disebut langsung dipulangkan setelah pembayaran sebesar Rp15 juta per orang dilakukan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kepatuhan lembaga rehabilitasi terhadap prosedur resmi yang seharusnya diterapkan.

Menurut ketentuan Badan Narkotika Nasional (BNN), prosedur rehabilitasi bagi pengguna narkotika maupun obat-obatan terlarang umumnya melibatkan tahapan asesmen, rehabilitasi rawat inap, hingga pemulihan yang berlangsung minimal tiga bulan.

Namun dalam kasus ini, dugaan muncul bahwa pihak Panti Rehabilitasi Al-Kholiqi melanggar prosedur tersebut dengan mengizinkan peserta untuk pulang lebih awal setelah melakukan pembayaran, tanpa menyelesaikan masa pemulihan yang semestinya.

Potensi Pelanggaran Etika dan Hukum
Bila dugaan ini benar, maka tidak hanya berpotensi melanggar standar operasional prosedur (SOP) rehabilitasi, tetapi juga menyalahi aturan yang ditetapkan oleh instansi terkait, seperti BNN dan Kementerian Sosial. Selain itu, hal ini bisa membuka celah praktik jual-beli layanan pemulangan dini dengan imbalan uang.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Panti Rehabilitasi Al-Kholiqi maupun aparat penegak hukum terkait dugaan pelanggaran tersebut.

Permintaan Transparansi dan Pengawasan Ketat
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan terhadap lembaga rehabilitasi, terutama swasta, yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Rehabilitasi seharusnya menjadi jalan pemulihan bagi pengguna, bukan menjadi ajang bisnis yang rawan penyalahgunaan wewenang.

Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum didesak untuk menelusuri dugaan pelanggaran ini lebih lanjut, termasuk mengevaluasi legalitas operasional dan mekanisme biaya di lembaga rehabilitasi yang bersangkutan.

Tinggalkan komentar