Heboh Pasir Oplosan di Pasuruan, Proses Hukum Diduga Dihentikan Tanpa Penjelasan

PASURUAN, Infopol.news – Dugaan praktik curang dalam perdagangan pasir kembali mencuat. Kali ini, isu panas datang dari wilayah Pasuruan, Jawa Timur. Pasir yang dijual oleh salah satu pengusaha asal Probolinggo, berinisial MTR, diduga dioplos menggunakan limbah abu ketel dari pabrik gula (PG). Praktik ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga berpotensi mencemari lingkungan dan melanggar hukum.

Informasi tersebut pertama kali terendus oleh tim investigasi media yang melakukan penelusuran ke sejumlah titik stokpile pasir di Pasuruan. Pasir yang didatangkan dari stokpile milik MTR tampak hitam legam, mengkilap, dan saat disentuh terasa lengket. Hal ini sangat tidak lazim, bahkan diduga kuat mengandung abu ketel hasil pembakaran dari pabrik gula.

Lembaga Perlindungan Konsumen Turun Tangan
Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) BHARATA Pasuruan, Holilurrohman, menanggapi serius kasus ini. Ia menyebut pencampuran abu ketel dalam proses penyaringan atau pengayakan pasir adalah bentuk penipuan konsumen dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan serius.

“Kami tengah mengumpulkan data dan bukti-bukti untuk investigasi lebih lanjut. Jika terbukti ada pencampuran abu ketel, maka itu adalah pelanggaran serius terhadap perlindungan konsumen dan bisa menimbulkan gangguan lingkungan,” tegas Holil.

Potensi Pelanggaran Hukum
Jika benar pasir dioplos limbah abu ketel, MTR dapat dijerat beberapa aturan hukum:

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f, dengan sanksi penjara hingga 5 tahun atau denda Rp2 miliar.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 104, dengan sanksi penjara 3 tahun dan denda Rp3 miliar.

PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, mengatur bahwa abu ketel tergolong limbah B3 yang harus dikelola secara khusus dan berizin.

MTR Akui Pasir Hitam, Sudah Dipanggil ke Polda Jatim
Saat dikonfirmasi, MTR mengakui bahwa pasir miliknya memang berwarna hitam, namun berdalih bahwa itu adalah jenis pasir alam. Ia juga mengaku sudah memenuhi panggilan pemeriksaan ke Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim unit 2.

Bahkan, berdasarkan informasi yang diterima redaksi, H Ahmad juga turut dipanggil oleh Ditreskrimsus unit Tipidter Polda Jatim dan diterima oleh Ipda Muharto pada tanggal 28 Juli 2025. Pemanggilan ini menunjukkan bahwa kasus ini sebenarnya mendapat atensi dari aparat.

Publik Menanti Ketegasan Aparat
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari MTR meskipun pesan konfirmasi telah dibaca. LPK Bharata Pasuruan mendorong agar aparat penegak hukum bersikap transparan dan tidak bermain mata dengan pelaku usaha nakal.

“Kalau benar ada uang yang menghentikan penyelidikan, ini mencoreng nama institusi penegak hukum. Kami mendesak Polda Jatim untuk turun langsung dan membuka kembali kasus ini,” kata Holil.

Masyarakat berharap agar pemerintah dan aparat bertindak tegas terhadap pelanggaran yang tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga merusak alam dan menodai keadilan. (Masbay)

Tinggalkan komentar