SURABAYA, Infopol.news – Pabrik peleburan logam milik PT Bioli yang berlokasi di Jalan Gunung Anyar Tambak No. 115-121, Surabaya, menjadi sorotan warga dan pengguna jalan. Pasalnya, aktivitas peleburan logam di tempat tersebut diduga telah mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar.
Pabrik yang telah beroperasi sejak tahun 2000 itu dilaporkan membuang sisa pembakaran secara sembarangan di lahan kosong sekitar pabrik. Hal ini menimbulkan debu pekat yang menyebar hingga ke jalan raya dan meresahkan pengguna jalan maupun warga yang tinggal di sekitar lokasi. Debu tersebut bahkan menyebabkan gangguan pernapasan dan iritasi mata, menurut kesaksian beberapa warga.
Tim redaksi Infopolnews yang mendatangi lokasi pada Rabu, 31 Juli 2025 pukul 17.00 WIB, menemukan tumpukan limbah yang berserakan di area terbuka tanpa penanganan yang sesuai standar. Saat dikonfirmasi, pemilik pabrik, Didik, mengakui bahwa sisa pembakaran tersebut memang dibuang di sekitar pabrik atas perintahnya sendiri.
“Saya yang suruh buang di sekitar pabrik,” ujar Didik kepada tim redaksi. Ia juga menyebut telah memberikan “atensi bulanan” kepada oknum aparat di wilayah setempat agar aktivitas usahanya tetap berjalan lancar.
Potensi Pelanggaran Hukum dan Ancaman Pidana
Berdasarkan pengakuan tersebut, PT Bioli diduga kuat telah melanggar sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya:
Pasal 60:
“Setiap orang dilarang membuang limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.”
Pasal 104:
“Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Selain itu, jika limbah yang dibuang termasuk dalam kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), maka PT Bioli juga dapat dijerat dengan:
PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
Sisa peleburan logam biasanya mengandung logam berat yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan limbah ini wajib memiliki sistem pengolahan limbah (IPAL), izin lingkungan, dan dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Namun berdasarkan investigasi awal, pabrik ini diduga belum memiliki dokumen perizinan lengkap hingga saat ini, meskipun sudah beroperasi selama lebih dari 20 tahun.
Tuntutan Warga dan Pengawasan Lemah
Warga berharap adanya tindakan tegas dari instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran lingkungan tersebut. Penegakan hukum sangat dibutuhkan agar tidak terjadi pembiaran yang dapat merusak ekosistem dan kesehatan masyarakat secara jangka panjang.
Permintaan Transparansi dan Evaluasi Izin
Dugaan adanya “atensi” kepada aparat yang disebut oleh pemilik pabrik juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas penegakan hukum di wilayah tersebut. Jika terbukti adanya praktik pembiaran, hal ini dapat mengarah pada dugaan pelanggaran etik dan tindak pidana korupsi.
Masyarakat dan pemerhati lingkungan mendesak agar seluruh aktivitas industri yang menimbulkan dampak lingkungan ditertibkan dan dievaluasi perizinannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Masbay)