Tangis Haru Nenek Sulikah, Rumah Reyotnya Akhirnya Direhab Pemkab Sidoarjo

SIDOARJO, Infopol.news – Haru dan keprihatinan menyelimuti peninjauan yang dilakukan Bupati Sidoarjo Subandi ke dua rumah warga kurang mampu di Kecamatan Tarik, Senin (28/7/2025). Dua rumah tersebut masing-masing milik Sulikah (82) warga Desa Mindugading, dan Slamet Agus Siswanto, warga Desa Singogalih.

Keduanya menerima bantuan rehabilitasi rumah dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Sidoarjo. Bantuan ini menjadi bagian dari program bedah rumah yang digagas pemerintah kabupaten bekerja sama dengan Baznas untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Kondisi rumah Sulikah menjadi sorotan utama. Rumah berdinding bambu seluas 5 x 4,5 meter itu terlihat rapuh dan sangat tidak layak untuk dihuni, terutama oleh seorang lansia. “Saya tidak ingin ada warga Sidoarjo yang tinggal di rumah seperti ini,” ucap Bupati Subandi saat meninjau lokasi.

Dalam kesempatan itu, Subandi didampingi Ketua Baznas Sidoarjo M. Chasbil Azis Salju Sodar dan jajaran Dinas Sosial. Ia menegaskan bahwa program rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) akan terus digalakkan sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap kondisi warganya.

“Lewat program ini, kami ingin memastikan setiap warga bisa tinggal di rumah yang aman dan layak. Ini bagian dari komitmen kami,” ujar Subandi.

Subandi juga mengajak camat dan kepala desa untuk aktif mendata warga yang tinggal di rumah tak layak. Ia pun mendorong masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitar. “Kalau ada tetangga yang tinggal di rumah tidak layak, laporkan. Kita akan bantu,” pesannya.

Di balik bantuan ini, terselip kisah menyentuh dari keluarga Sulikah. Eny, anak kedua Sulikah, mengungkapkan bahwa ibunya telah beberapa kali diajak tinggal bersama anak-anaknya, namun selalu menolak.

“Ibu selalu bilang, ‘aku tinggal nang kene ae’,” tutur Eny sambil menahan air mata. Ia menjelaskan bahwa ibunya merasa lebih nyaman tinggal di rumah lamanya, meski sederhana dan penuh risiko, terutama saat musim hujan.

Sulikah yang kini hidup sendiri sejak suaminya wafat, lebih memilih tinggal di rumah peninggalan keluarga daripada pindah ke rumah anak-anaknya. “Kami khawatir setiap saat, tapi tidak bisa memaksa. Yang bisa kami lakukan adalah tetap menjaganya,” tambah Eny.

Kehadiran bantuan bedah rumah ini membawa harapan baru bagi keluarga Sulikah dan Slamet. Di tengah hiruk pikuk pembangunan, kisah mereka menjadi pengingat bahwa masih banyak warga yang membutuhkan uluran tangan untuk hidup lebih layak.

Dengan kolaborasi antara pemerintah daerah, Baznas, dan masyarakat, perubahan nyata mulai terasa—dimulai dari satu rumah, satu keluarga, satu harapan. (Masbay)

Tinggalkan komentar