Usaha WiFi Ilegal di Mojokembang Diduga Tak Tersentuh APH, Jadi Ajang Atensi Oknum

MOJOKERTO, Infopol.news – Dugaan praktik usaha jaringan WiFi ilegal di Desa Nogosari, Kecamatan Mojokembang, Kabupaten Mojokerto, menuai sorotan. Meski telah berjalan selama dua tahun tanpa izin resmi, aktivitas tersebut hingga kini belum tersentuh oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Ironisnya, beredar dugaan bahwa praktik ini justru menjadi ajang “atensi” bagi oknum tertentu demi keuntungan pribadi.

Berdasarkan penelusuran Infopolnews, dua warga setempat berinisial Y dan T menjalankan bisnis penyambungan jaringan internet ke rumah-rumah warga tanpa legalitas. Hanya dengan bermodal gulungan kabel hitam sejauh ribuan meter dan alat sederhana dari toko elektronik, layanan internet bertarif Rp100.000 per titik ini dikabarkan telah melayani ribuan sambungan.

Kebutuhan masyarakat terhadap akses internet di wilayah perbukitan yang sulit sinyal ditengarai menjadi alasan utama menjamurnya layanan ini. Meski secara teknis mampu menjawab kebutuhan warga, namun dari sisi hukum, aktivitas ini patut didalami lebih lanjut.

Ketika ditemui tim redaksi pada Senin (28/07), T yang mengaku sebagai teknisi, menyebut bahwa ia hanya menangani pemasangan di Desa Mojokembang. Namun ia juga tak menampik turut menangani desa lain saat terjadi gangguan. Saat ditanya soal izin dan legalitas, T mengatakan bahwa usaha ini tidak memiliki surat apapun. “Kami hanya bermodalkan kabel dan alat-alat yang dibeli di toko,” ujarnya.

Yang lebih mencengangkan, tersiar informasi bahwa Y dan T memberikan “atensi” rutin senilai Rp1,5 juta per bulan kepada oknum APH sebagai bentuk “pengamanan”, agar usaha mereka tidak ditindak oleh pihak berwenang pusat.

Diduga Langgar Banyak Aturan
Jika benar layanan ini berjalan tanpa izin resmi dan dengan praktik suap terhadap aparat, maka setidaknya terdapat beberapa regulasi yang potensial dilanggar:

UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pasal 11 Ayat (1): Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi wajib mendapat izin pemerintah.

Pasal 47 Ayat (1): Tanpa izin, pelaku dapat dipidana 6 tahun penjara dan/atau denda Rp600 juta.

UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Pasal 30 Ayat (1): Melakukan akses terhadap sistem elektronik secara ilegal dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)

Pasal 5 dan 13: Memberi gratifikasi kepada penyelenggara negara dapat dipidana 1–5 tahun dan denda maksimal Rp250 juta.

APH Didorong Bertindak, Kominfo Diminta Turun Tangan
Maraknya dugaan penyalahgunaan wewenang serta pembiaran terhadap aktivitas ilegal ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di tingkat daerah. Di sisi lain, potensi kebocoran pajak, risiko keamanan data, serta tidak adanya perlindungan konsumen, menjadikan kasus ini penting untuk segera ditindaklanjuti secara serius oleh instansi terkait.

Dinas Kominfo dan aparat penegak hukum pusat diminta untuk turun tangan melakukan investigasi menyeluruh. Bila dibiarkan, praktik ini bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mencoreng integritas lembaga hukum yang semestinya menjadi pelindung masyarakat, bukan justru “bermain mata” dengan pelanggar aturan. (Masbay)

Tinggalkan komentar